Kamis, 23 Juni 2016

Awal Pertemuan Yang Indah

Awal Pertemuan Yang Indah



Sebut saja nama saya Elang. Ceritanya saat itu saya telah nyaris satu minggu sakit kepala, tidak seperti sakit kepala umumnya, saya cemas sakit kepala saya ini semacem vertigo lantaran sakitnya yang beneran tidak nahan. 

Alhasil, saya sangat terpaksa harus ke dokter untuk melakukan check up. Ya walau situasi kantong tidak mencukupi, namun kesehatan kan masih harus nomor satu.

Buat meriksain sakit saya itu, saya datengin RSUD kota saya yang jaraknya tidak terlampau jauh dari tempat tinggal. Ya umum deh yang namanya RSUD, pasti rame, penuh serta ngantri bukanlah kepalang seperti ingin ngambil beras murah.

Namun aktivitas ngantri saya sedikit lebih mengasyikkan waktu ini lantaran pas di depan saya duduk, yaitu meja resepsionis tempat tinggal sakit yang dibaliknya ada perawat yang lumayan cantik. Tadi sih cocok saya daftar buat berobat, saya teliti namanya, Nina.

Perawat Nina itu penampilannya umum saja lantaran masih tetap pakai seragam perawat putih komplit dengan topi kecilnya yang nempel di atas kepalanya.

Kulitnya putih, rambutnya hitam pekat, tubuhnya lumayan sintal. Saya tidak dapat bayangin banyak lantaran saya tidak dapat simak pacar semua tubuh.

Seputar 30 menit nunggu, sembari liatin perawat Nina yang lucu, tau-tau nama saya di panggil dokter untuk masuk ke ruang buat di check. Bergegaslah saya masuk ke ruang. 

Dokter yang meriksa saya cowok, telah tua, ngomongnya saja tidak terang. Agar demikian, tetep saja yang saya pikirin hanya Nina yang di depan tadi. Duh, bagaimana ya langkahnya ngajak pacar kenalan? Demikian yang saya pikirin sepanjang lagi di check si dokter.

tidak sampai lima belas menit saya di check, sesudah dokter ngasih resep, segera saya keluar. Saat sebelum saya pulang serta tidak menyia-nyiakan peluang, saya samperin saja meja Nina dengan modal sebagian pertanyaan asal.

“Mbak, ingin bertanya dong. Itu bila ingin nebus resep obat dari dokter itu di mana ya? ” bertanya saya, walau sebenarnya saya tau apotek tempat tinggal sakit ini di mana.

Nina yang tengah repot menulis di buku besar ini juga kaget dengan saya yang ajukan pertanyaan dengan mendadak.

“Oh, Mas keluar saja melalui pintu ini. ” Sembari menunjuk pintu di belakang saya,

“ Lantas belok ke kiri. Di ujung lorong, mas saksikan di samping kanan, ini apoteknya mas. ” Terang Nina.

“Oh gitu ya, Mbak? ” Jawab saya, saya sok mikir jalan ke apotek, walau sebenarnya saya lagi mikirin buat nanya terlebih.

“Kalau tempat tinggal mbak, arahnya kemana? ” Bertanya saya ngasal sembari nyengir.

Nina jadi tersenyum kecil. Senyumnya bener bener manis serta buat saya deg-degan gan.

“Rumah saya jauh, Mas. Sulit dijelasinnya, hehehe. ” Jawab suster Nina sembari terkekeh kekeh.

“Terus bila jauh, Mbak pulangnya bagaimana? Ada yang jemput? ” Bertanya saya lagi.

Masih tetap dengan melempar senyum manisnya, Nina menjawab “Biasa sih naik angkot mas, 2 x ubah. tidak sulit kok. ”

“Oh gitu. Memang mbak pulang jam berapakah? Bila saya anter pulang, ingin tidak? ” Sesudah nanya itu, saya baru ngerasa saya nekat banget.

Namun ya, jika juga dia tidak ingin, besok juga tidak bakal ketemu lagi, jadi saya tidak bakal malu malu sangat.

“Ah, Mas mungkin. Kelak merepotkan, Mas. Mas juga kan lagi sakit. ”

“Udah sehat kok, Mbak. Mulai sejak tadi simak Mbak pertama kalinya. Hehehe. ” Jawab saya dengan sedikit gombal.

Nina tak menjawab, cuma lihat catatan yang ada di mejanya sebentar lantas berkata,

“Kalau ingin, saya kelak pulang jam lima sore mas. ” Jawab Nina sembari memberi suatu kertas kecil pada saya.



“Mas pulang saja dahulu, istirahat dirumah. ”

Demikian saya saksikan, nyatanya yang dituliskan di situ yaitu nomor telephone. Wah, jalan bagus nih. Demikian pikir saya. Selekasnya saya pulang dengan perasaan suka bercampur salah tingkah lantaran bingung tidak tau kelak mesti bagaimana cocok ketemu Nina.

Saya segera nyodorin tangan saya ke Nina.

“Aku Elang… ” Ucap saya buat kenalan.

“Nina, Mas… ” Jawab Nina sembari menjabat tangan saya.

Singkat cerita, sore ini saya pun telah berjanjian untuk menunggu Nina di parkiran RS. Dari jauh saya simak Nina jalan keluar dari gedung tempat tinggal sakit masih tetap dengan seragamnya, cuma ditambah sweeter berwarna abu-abu serta ransel kecil yang disangkutkan di bahunya.

Nina melemparkan senyum manisnya demikian lihat saya yang berdiri disamping motor saya.

“Sudah lama ya, Mas? Maaf ya sudah bikin menunggu lama… ” tutur Nina sopan.

“Enggak kok, baru sebentar hehehe. ” Jawab saya sembari menyodorkan helm untuk dipakai Nina. Selekasnya Nina menggunakan helm itu.

“Mau segera pulang? Atau ingin kemana dahulu? ”

“Hmm, terserah mas saja. Saya tidak cepat-cepat kok. ” Jawabnya pelan.

“Kalau makan dahulu, bagaimanakah? ” Bertanya saya.

Nina cuma mengangguk. Selekasnya saya nyalakan motor serta pergi mencari makan.

Sesampainya di tempat makan, sangat banyak hal yang kita bicarakan. Dari mulai masalah pekerjaan, hingga kehidupan pribadi.

Dari percakapan itu, saya temui nyatanya Nina itu baru putus dengan kekasihnya dua bulan. waktu lalu serta bekas pacarnya itu saat ini telah menikah dengan wanita lain. Saya tidak nyangka, wanita secantik Nina itu dapat ditinggal untuk wanita lain.

Hari makin sore serta gelap, yang nyatanya juga mendung. Kami berdua mengambil keputusan untuk pulang saat sebelum hari hujan. Nina menuturkan arah serta jalan ke tempat tinggalnya yang nyatanya saya cukup hapal daerah itu. 

Saya selekasnya meningkatkan laju motor bebek saya dan melewati jalan tikus yang saya tau agar dapat cepat sampai tujuan.

Sebelum sampai, tanpa ada di beri aba-aba hujan langsung turun dengan deras. Terlampau dekat buat neduh dahulu. Pada akhirnya saya terobos saja ujannya walau baju saya serta suster Nina juga basah kuyup.

“Duh, Mas. Terima kasih banyak ya telah ingin antar saya hingga kehujanan. Maaf merepotkan ya, Mas. ” Kata Nina demikian telah tiba di depan tempat tinggalnya.

Tempat tinggalnya tak terlampau besar, tampak asri dengan adanya banyak tanaman dibagian teras juga cat berwarna hijau yang menaikkan kesan menentramkan.

“Gak permasalahan kok. Saya yang mohon maaf lantaran naik motor sama saya, anda jadi kehujanan… ” Kata saya sembari meringis kedinginan.

“Mas, singgah dahulu yuk. Saya buatkan teh hangat serta pinjamkan baju buat mas. Janganlah dipaksa pulang, kelak jadi lebih sakit. ”

“Gak usah ah, tidak enak ah sama orang tempat tinggal… ” Jawab saya basa-basi.

“tidak apa, Mas. Lagi juga saya tinggal sendiri. Yuk, mas, masukkan motornya. ” Kata Nina sembari membukakan pagar tempat tinggalnya.

Saya juga mengambil keputusan untuk singgah sebentar sembari menanti hujan reda. Nina memersilahkan saya untuk duduk di ruangan tamunya yang kecil tetapi bersih serta teratur rapi.

“Duduk dulu mas, sebentar saya hambilkan handuk ya mas… ” Kata Nina sembari berlalu ke belakang.

Saya lalu duduk sembari lihat saksikan, terdapat banyak photo saat Nina wisuda. Tampak cantik sekali dengan kebaya serta toga. Juga terdapat banyak photo yang kelihatannya yaitu orang tua Nina disamping photo wisudanya.



“Ini mas, handuknya… ” Nina mencengangkan saya dengan memberi handuk berwarna biru tidak tipis untuk saya mengeringkan tubuh.

“Ini ada kaos mempunyai bekas saya dahulu, tidak terlampau bagus, namun kelihatannya muat buat mas… ”

“Iya, terima kasih ya. Oia, panggil Elang saja ah. Janganlah mas. Sepertinya usia kita tidak jauh beda. Hehehe. ”

Kata saya sembari mengambil kaos dari tangan suster Nina.

“Hehehe iya, Elang. ” imbuhnya.

Saya juga bergegas ke kamar mandi untuk bertukar baju. Sesudah usai, saya akan kembali pada ruangan tamu. Waktu melalui satu diantara ruang, saya saksikan pintu yang tidak tertutup rapat. 

Maksud hati berniat mau menutup pintu itu walau saya tidak paham ini kamar atau ruang apa. Sewaktu sampai depan pintu saya sangat kaget dengan apa yang saya saksikan, nyatanya didalam Nina tengah bertukar baju.

Nina yang terlihat cantik walau badannya terbalut seragam kerja, tampak semakin cantik tanpa ada busana. Rambut hitam lurus sepunggung membuatnya terlihat lebih anggun. 

Badannya yang putih sintal, pantatnya yang kencang serta payudara yang demikian menantang, bikin saya betul-betul segera berpikiran kotor.

Celana saya juga makin tidak nyaman lantaran batang penisku yang semakin mengeras. Cemas Nina tau saya ngintip, selekasnya saya balik ke ruangan tamu.

Saya segera duduk di sofa yang ada di ruangan tamu. Berupaya tenang serta sebisa-bisanya tidak salah tingkah lantaran yang baru saja saya simak tadi.

Nina kembali dari kamar. Kenakan pakaian barong Bali berwarna ungu, dengan hotpants berwarna coklat tua dengan handuk yang melilit di kepalanya sembari membawa gelas diisi teh hangat.

“Ini Gi diminum dahulu… ” Kata Nina menyuguhkan minum, sembari duduk disamping saya.

“Iya, terima kasih ya Nina… ” Jawab saya tersipu malu.

Saya ambillah gelas serta minum teh sedikit. Coba-coba mencari bahan perbincangan walau yang saya bayangin hanya Nina yang lagi saya entotin dengan liar.

“Hmm, Elang tadi ngintipin saya ya? ” Bertanya Nina.

DHEG! Kaget bukanlah kepalang, saya bingung harus jawab apa.

“Ah? tidak kok, memang tadi anda di mana? ”

“Di kamar, telah Gi, saya tahu kok. Tadi saya saksikan bayangan anda dari meja rias saya. Anda ngintip saya kan? ”

Selidik Nina dengan suara sedikit lebih tinggi.

Saya tertunduk malu, bingung serta tidak tau harus ngomong apa.

“Iya, Nin. Maaf ya, tadi tidak berniat. Tujuannya ingin nutup pintu, eh jadi jadi ngintip…. ” Jawab saya masih tetap sembari tertunduk.

Saya tidak berani melihat ke muka Nina, sampai tau tau dia ngegeser duduknya agar semakin deket sama saya.

“Terus, hanya nginitip saja ya? Apa tidak ingin yang lain? ” Bisik Nina di telinga saya.

Kontan aliran darah saya segera kenceng ke semua tubuh. yang semula kerasa dingin, mendadak segera panas.

Saat itu juga tanpa ada basa basi saya lumat bibir mungil Nina. Tangan kanan saya narik kepalanya agar ciuman kita makin kuat serta dekat. Nafas Nina segera kenceng tidak teratur. Nina lantas narik handuk yang ada di kepalanya serta ngelemparnya ke lantai.

Ciuman saya turunin ke leher Nina. Segera saja Nina mengangkat kepalanya ke atas, seolah minta saya buat nikmatin lehernya tidak ada yang kesisa. 

Baju barong Bali nya yang longgar, bikin saya makin leluasa untuk memasukan tangan serta ngeremes payudaranya yang telah dari tadi saya beberapa tunggulah.



“Hmm, uhhhh Elang, pelan-pelan… ” Desah Nina.

Desahan Nina malah bikin saya makin terangsang serta ingin nikmatin tubuhnya tanpa ada bekas. Saya angkat pakaiannya, serta buka kaitan bra-nya dengan sekali tarik. 

Saat ini dua payudara bulat menantang yang tadi saya liatin dari jauh doang, telah siap buat saya nikmatin sampai senang.

tidak pakai nunggu lama, saya hisap putingnya sembari saya remes yang sampingnya. Desahan Nina makin jadi. Tanpa ada diakuin, satu tangannya narik rambut saya cukup keras.

“Uuuhhhh, Elanggggg. Enak Lang…. ” Erang Nina.

Senang meremas payudaranya, tangan saya berupaya untuk ngebuka celana Nina. Serta tanpa ada butuh banyak usaha, lantaran Nina juga tampak telah nafsu membara. 

Suster cantik yang saya lihat tadi siang di meja resepsionis, saat ini telah telanjang bulet tanpa ada sehelai benang juga di depan saya, minta buat saya puasin.

Tangan saya dengan lembut ngusap rambut halus yang ada diantara selangkangan Nina. Keliatannya cukup dirawat dengan baik. Kerasa telah semakin basah dari dalam mekinya Nina. 

Saya selipin tangan saya di antara bibir mekinya, cari klitoris agar Nina semakin mengerang serta kejang lantaran sangat menikmati kenikmatan duniawi yang mungkin saja telah lama dia tidak rasain lagi.

Beberapa menit saya asyik ngorek meki Nina dengan jari saya, Nina narik rambut saya semakin kenceng.

“Arrrghh, Elang, saya uda mau keluar argggghhh saya keluarrrr…. ” jerit Nina kecil.

Merasa ada cairan hangat yang keluar dari dalam lobang senggama Nina. Saat ini Nina keliatan lelah serta sedikit terengah-engah. Tubuhnya penuh keringet, meskipun di luar hujan deras, namun ruangan tamu itu merasa semakin panas.

Nina yang memejamkan mata sembari coba mengatur nafas lalu ngeliat ke arah saya.

“Kamu kok pinter banget sih, Lang? Baru pakai jari saja saya telah lelah. Bagaimana lagi bila gunakan itu? ” Kata Nina sembari tangannya mencapai penis saya yang masih tetap ada di dalam celana.

Dengan gesit, ia buka kancing serta reseleting celana saya. Dikeluarkan batang kemaluan saya dari dalam sarangnya. Dengan sigap tangannya  langsung ngeremes penis saya, lidah Nina segera dijulurin ke ujung penis saya.

Demikian cepet hingga penis saya masuk seluruhnya ke mulut Nina. Dengan pelan tetapi penuh gairah, ia naik turunin kepalanya agar penis saya yang ada didalam mulutnya merasakan nikmat tidak ada tara. Bener bener permainan yang ajib dari suster yang saya sangka kalem itu.

Waktu saya masih tetap asyik nikmatin sepongan dahsyat Nina, dia ngeluarin penis saya dari mulutnya. Tangannya masih tetap ngeremes pelan penis saya, namun dia bangun serta coba buat duduk diatas saya.

“Kamu ada kondom tidak, Lang? ” Bisik Nina sembari mengeluskan penis saya ke bibir mekinya.

Tanpa menjawab, saya segera ambil kondom berwarna item yang saya simpen  di tas untuk berjaga-jaga. Keliatan muka Nina seneng banget setelah  saya ngeluarin kondom. 

Di ambil kondom dari tangan saya sembari mencium bibir saya. Sejurus lalu dirobek bungkus kondomnya serta dipasangkan di penis saya dengan telaten.

Sesudah kepasang, Nina semakin siap buat masukin penis saya ke mekinya. Saya hanya duduk sembari ngeliat apa yang dia lakukan ke penis saya serta bagaimana muka dia setiap saat penis saya nyentuh mekinya.

Mata yang merem melek, serta desahan pelan cocok penis saya masuk sedikit untuk sedikit ke meki Nina. Mekinya basah banget, namun merasa sempit, mungkin saja lantaran telah lama tidak ada penis yang masukin.

penis saya telah masuk seluruhnya ke dalam meki Nina. Ke-2 tangan dia ngelingker di leher saya, serta tangan saya megangin pinggul Nina. sembari bantu tubuhnya naek turun diatas pangkuan saya.

“Aaahhh, Elanggggg, aaahhhhh yess aarrgghhh…. ” Hanya ini yang keluar dari mulut Nina yang keliatan nikmatin banget penis saya di dalam mekinya.

Saya cobalah buat lebih konsentrasi untuk sembari ngeremes serta ngisep puting payudara Nina yang daritadi berayun naik turun. 

Putingnya masuk ke mulut saya, automatis kocokan Nina cuma dari panggulnya, tubuhnya dilewatkan diem agar gue dapat senang nikmatin toketnya waktu dia lagi asyik nikmatin penis saya.

Nyaris 15 menit saya diposisi demikian, saya gagasan buat ubah posisi. Saya tujukan Nina buat ubahan duduk serta buka lebar kakinya. 

Saya taro ke-2 kakinya di pundak saya, serta tangan saya yang telah siap ngeremes dua gunung cantik di dada Nina. penis saya masukin lagi pelan-pelan ke dalam meki Nina sembari tangan pelan-pelan mulai remes payudara Nina.

Kesempatan ini desahan Nina semakin keras serta semakin meracau tidak terang.

“Arrggg, Elanggg, masukin selalu Langg, saya punya ahhh anda Langg arrrgggghhh” Teriak Nina demikian terlepas.

Saya juga genjot semakin cepet, sesekali saya kasih ciuman ke bibir Nina agar semakin romantis tetapi tetep penuh gairah.

“Elanggg, saya keluar Langg. Arrgggggg……… Anda kuat banget sih….. ”kata Nina dengan nada yang agak gak jelas.

“Tahan sayang, saya juga ingin keluar…. ” Balas saya, sembari mempercepat lagi genjotan.

“Arrrggh sayang,, arrggghhh.. teruss aargggghh terussss…. ”

Saya rasakan tekanan yang sangatlah kuat dari penis saya, telah tidak dapat ditahan lantaran remasan kenceng dari meki Nina buat penis saya semakin tidak kuat buat berlama-lama serta,

“Aarggggggggggghhh saya keluarr arrrgghhh… ” Jerit Nina bersamaan dengan muncratnya pejuh dari penis saya.

Saya juga sedikit untuk sedikit demi sedikit mulai memelankan genjotan penis saya, sampai saya keluarin penis dari dalam meki Nina.

Lalu saya berdiri mendadak Nina megangin penis saya, dilepasnya kondom yang kepasang serta dimasukannya lagi penis saya ke mulutnya. 

Kesempatan ini saya ngerasa geli bukanlah kepalang, namun juga enak sewaktu yang berbarengan.

Rupanya Nina dengan bekas birahi yang ada bersihkan penis saya dari bekas sperma yang ada. Matanya yang sesekali melirik berupaya menangkap ekspresi muka saya, sembari dia membersihkan penis saya sampai bersih dari pejuh.

“Enak banget ya Lang…. kuat banget lagi… ” kata Nina sembari selalu mengocok penis saya.

“Punyamu juga kuat juga, Nin… ” Balas saya sembari menundukan tubuh serta mencium bibir mungilnya.

“Nanti saya mau lagi ya…. ” Kata Nina manja sembari meremas penis saya.

Kemudian, kami teruskan mandi berdua serta mengulangi aktivitas yang sama di kamar mandi serta di kamar tidur Nina hingga tengah malam mendekati. 

Nina memaksa saya untuk nginep di tempat tinggalnya yang nyatanya memanglah cuma hanya ada dia sendirian, hingga beberapa minggu ke depan lantaran orang tuanya yang berkunjung ke tempat tinggal kerabat diluar kota.

Sejak peristiwa ini, saya serta Nina resmi pacaran. Nina yang tampak lugu nyatanya penggemar seks, sama seperti seperti saya. Saya bersukur dapat dapet pacar seperti Nina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar